PENANGANAN LIMBAH
A. PENANGANAN LIMBAH CAIR
Daerah pemukiman atau perkotaan juga idealnya memiliki IPAL yang dapat
menangani limbah domestik. Di IPAL, limbah cair diolah melalui berbagai proses
untuk menghilangkan atau mengurangi bahan-bahan pencemar (polutan) yang
terkandung dalam limbah sehingga tidak melebihi baku mutu. Setelah melalui
proses pengolahan, air limbah diharapkan dapat dibuang ke lingkungan dengan
aman. Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan akan
membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Proses-proses pengolahan
tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa
proses, atau hanya salah satu. Proses pengolahan tersebut juga dapat
dimodifikasi, sesuai dengan kebutuhan atau faktor finansial.
A. 1. Pengolahan Primer
Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses
pengolahan secara fisika. Pertama, limbah yang mengalir melalui saluran
pembuangan disaring menggunakan jeruji saring (bar screen). Metode ini disebut
penyaringan icreening). Metode penyaringan merupakan cara yang efisien dan
murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah.
Kedua, limbah yang telah disaring kemudian disalurkan ke suatu tangki atau bak
yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain yang
berukuran relatif besar. Tangki ini dalam bahasa Inggris disebut grid chamber.Carakerjanya aadalah memperlambat
aliran limbah sehingga partikel-partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara
air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya. Kedua proses yang
dijelaskan di atas sering disebut juga sebagai tahap pengolahan awal (pretreatment).
Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dalirkan ke tangki atau
bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang
paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Di tangki
pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel-partikel padat sang
tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Endapan partikel
tersebut akan membentuk lumpur yang Kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke
saluran lain untuk ddiolaah lebih lanjut
Selain metode
pengendapan, dikenal juga metode pengapungan (flotation). Metode ini efektif
digunakan untuk menyingkirkan poiutan berupa minyak atau lemak. Proses
pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan
gelembung-gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron). Gelembung udara
tersebut akan membawa partikel-partikel minyak dan lemak ke permukaan air
limbah sehingga kernudian dapat disingkirkan. Bila limbah cair hanya mengandung
polutan yang telah dapat disingkirkan melalui proses pengolahan primer, maka
limbah cair yang telah mengalami pengolahan primer tersebut dapat langsung
dibuang ke lingkungan (perairan). Namun, bila limbah tersebut juga mengandung
polutan lain yang sulit dihilangkan melalui proses di atas, misalnya agen
penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut, maka limbah
tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya.
A. 2. Pengolahan
Sekunder (Secondary Treatment)
Tahap pengolahan
sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis, yaitu dengan melibatkan
mikroorganisme yang dapat mengurai/mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme
yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob.
Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umurn digunakan, yaitu
metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif
(activated sludge), dan metode kolam perlakuan (treatment ponds/lagoons).
a. Metode trickling
filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik
melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan
batu atau plastik, dengan ketebalan ± 1 –3 m. Limbah cair kemudian
disemprotka¬n permukaan media dan dibiarkan merembes melewati media tersebut.
Selama proses perembesan, bahan organik yang terkandung dalam limbah akan
didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes sampai ke dasar lapisan media,
limbah akan menetes ke suatu wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki
pengendapan.
Dalam tangki
pengendapan, limbah kembali mengalami proses pengendapan untuk memisahkan
partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang
terbentuk akan mengalami proses pengolahan Iebih lanjut, sedangkan air limbah
akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya
jika masih diperlukan.
b. Metode activated
sludge
Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke
sebuah tangki dan di dalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan
bakteri aerob. Proses degradasi berlangsung di dalam tangki tersebut selama beberapa
jam, dibantu dengan pemberian gelembung udara untuk aerasi pemberian oksigen).
Aerasi dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya,
limbah disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan,
sementara lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi.
Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah melalui proses ini
dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih diperlukan.
c. Metode treatment
ponds/lagoons
Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah
namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair
ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh di permukaan kolam
akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan
oleh bakteri aerob untuk proses penguraian degradasi bahan organik dalam
limbah. Pada metode ini, terkadang kolam juga diaerasi. Selama proses degradasi
di kolam, limbah juga akan mengalami proses pengendapan. Setelah limbah
terdegradasi dan terbentuk endapan di dasar kolam, air limba h dapat disalurkan
untuk dibuang ke lingkungan atau diolah
A.3. Pengolahan Tersier
(Tertiary Treatment)
Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih
terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan
atau masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini
disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair/air limbah.
Umumnya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhya melalui proses pengolahan
primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat,
fosfat, dan garam-garaman. Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan
lanjutan (advanced treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaia¬n
proses kimia dan fisika.Contoh metode pengolahan secara tersier yang dapat
digunakan adalah metode saringan [Dash- (sand filter), saringan multimedia,
precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan (adsorption) dengan karbon
aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik.
Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan
limbah. Hal ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses
pengolahan tersier cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis.
A.4. Desinfeksi
(Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi
mikroorganisme patogen (penyebab penyakit) yang ada dalam limbah cair/air
limbah. Mekanisme desinfeksi dapat secara kimia, yaitu dengan menambahkan
senyawa/zat tertentu, atau dengan perlakuan fisik.
Dalam menentukan
senyawa/zat untuk membunuh mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
• daya racun zat;
• waktu kontak yang diperlukan;
• efektivitas zat;
• kadar dosis yang digunakan;
• tidak boleh bersifat toksik (racun) terhadap manusia dan hewan;
• tahan terhadap air;
• biayanya murah.
Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin
(kiorinasi), penyinaran dengan sinar ultraviolet (UV), atau dengan ozon (03).
Proses disinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan
limbah selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder, atau tersier,
sebelum limbah dibuang ke lingkungan.
A.5. Pengolahan Lumpur
(Sludge Treatment)
Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier,
akan menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat
dibuang secara langsung, melainkan perlu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur
hasil pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai/ dicerna secara
anaerob (anaerob digestion), kemudian disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu
dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos,
atau dibakar (incinerated).
B. PENANGANAN LIMBAH
PADAT
Sampah yang dihasilkan
manusia begitu banyak sehingga bila tidak ditangani akan menimbulkan banyak
masalah pencemaran. Beberapa metode pengolahan sampah telah diterapkan manusia
untuk menangani permasalahan sampah. Masing-masing metode tersebut memiliki kekurangan
dan kelebihan. Belum ada satupun dari metode yang telah diterapkan manusia yang
dapat menyelesaikan permasalahan sampah dengan sempurna. Oleh karena itu, masih
perlu terus dikembangkan berbagai metode baru atau modifikasi yang dapat
menyempurnakan metode yang telah ada. Berikut akan kamu pelajari beberapa
metode pengolahan limbah padat (sampah) yang telah umum diterapkan.
B.1. Penimbunan
Terdapat dua cara penimbunan sampah yang umum dikenal, yaitu metode penimbunan
terbuka (open dumping) dan metode sanitary landfill. Pada metode penimbunan
terbuka, sampah dikumpulkan dan ditimbun begitu saja dalam lubang yang dibuat
pada suatu lahan, biasanya di lokasi tempat pembuangan akhir (TPA). Metode ini
merupakan metode kuno yang sebenarnya tidak memberikan banyak keuntungan. Di
lahan penimbunan terbuka, berbagai hama dan kurnan penyebab penyakit dapat
berkembang biak. Gas metan yang dihasilkan oleh pembusukan sampah organik dapat
menyebar ke udara sekitar dan menimbulkan bau busuk serta mudah terbakar. Cairan
yang tercampur dengan sampah dapat merembes ke tanah dan mencemari tanah serta
air. Bersama rembesan cairan tersebut, dapat terbawa zat-zat yang berbahaya
bagi lingkungan dan kesehatan.
Berbagai permasalahan yang ditimbulkan oleh metode open dumping menyebabkan
dikembangkan metode penimbunan sampah yang lebih balk, yaitu sanitary landfill.
Pada metode sanitary landfill, sampah ditimbun dalam lubang yang dialasi
lapisan lempung dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke tanah.
Sampah yang ditimbun dipadatkan, kemudian ditutupi dengan lapisan tanah tipis
setiap hari. Hal ini akan mencegah tersebarnya gas metan yang dapat mencemari
udara dan berkembangbiaknya berbagai agen penyebab penyakit.
Pada landfill yang lebih modern lagi, biasanya dibuat sistem lapisan ganda
(plastik – lempung – plastik – lempung) dan pipa-pipa saluran untuk
mengumpulkan cairan serta gas metan yang terbentuk dari proses pembusukan
sampah. Gas tersebut kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan listrik.
Di sebagian besar negara maju, penimbunan sampah dengan metode open dumping
telah banyak digantikan oleh metode sanitary landfill. Namun, di Indonesia,
tempat penimbunan sampah yang menggunakan metode sanitary landfill masih jauh
lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan yang melakukan penimbunan terbuka
(open dumping).
Kelemahan utama
penanganan sampah dengan cara penimbunan adalah cara ini menghabiskan lahan.
Sampah akan terus terproduksi sementara lahan untuk penimbunan akan semakin
berkurang. Sampah yang ditimbun sebagian besar sulit terdegradasi sehingga akan
tetap berada di area penimbunan untuk waktu yang sangat lama. Selain itu,
meskipun telah menggunakan sanitary landfill, masih ada kemungkinan terjadi
kebocoran lapisan sehingga zat-zat berbahaya dapat erembes dan mencemari tanah
serta air. Gas metan yang terbentuk dalam timbunan mungkin saja mengalami
akumulasi dan beresiko meledak.
B.2. Inseinerasi
Insinerasi adalah
pembakaran sampah/Iimbah padat menggunakan suatu alat yang disebut insinerator.
Kelebihan dari proses insinerasi adalah volume sampah berkurang sangat banyak
(bisa mencapai 90 %). Selain itu, proses insinerasi menghasilkan panas yang
dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik atau untuk pemanas ruangan. Meski
demikian, tidak semua jenis limbah padat dapat dibakar dalaminsinerator. Jenis
limbah padat yang cocok untuk insinerasi di antaranya adalah kertas, plastik,
dan karet, sedangkan contoh jenis limbah padat yang kurang sesuai untuk
insinerasi adalah kaca, sampah makanan, dan baterai.
Kelemahan utama metode insinerasi adalaah biayanya yang mahal, selain itu
insinerasi menghasilkan asap buangan yang dapat menjadi pencemar udara serta
abu /ashes pembakaran yang kemungkinan mengandung senyawa yang berbahaya.
Kelemahan utama metode insinerasi adalah biaya operasi . yang mahal. Selain
itu, insinerasi menghasiIkan asap buangan yang dapat menjadi pencemar udara
serta abu ashpembakaranyangkemungkinan mengandung senyawa berbahaya.
B.3. Pembuatan Kompos
Kompos adalah pupuk
yang dibuat dari sampah organik, seperti sayuran, daun dan ranting, serta
kotoran hewan, melalui proses degradasi/penguraian oleh mikroorganisme
tertentu. Kompos berguna untuk memperbaiki struktur tanah dan menyediakan zat
makanan yang diperlukan tumbuhan, sementara mikroba yang ada dalam kompos dapat
membantu penyerapan zat makanan yang dibutuhkan tanaman.
Pembuatan kompos merupakan saIah sate cara terbaik untuk mengurangi timbunan
sampah organik. Cara ini sangat cocok diterapkan di Indonesia, karena cara
pembuatannya relatif mudah dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Selain itu,
kompos dapat dijual sehingga dapat memberikan pemasukan tambahan atau bahkan
menjadi alternatif mata pencaharian.
Berdasarkan bentuknya,
kompos ada yang berbentuk padat dan cair. Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan
menggunakan kompos yang telah jadi, kultur mikroorganisme, atau cacing tanah.
Contoh kultur mikroorganisme yang telah banyak dijual di pasaran dan dapat
digunakan untuk membuat kompos adalah EM4 (Effective Microorganism 4). EM4
merupakan kultur campuran mikroorganisme yang dapat meningkatkan degradasi
limbah/sampah organik, menguntungkan dan bermanfaat bagi kesuburan tanah maupun
pertumbuhan dan produksi tanaman, serta ramah lingkungan. EM4 mengandung
mikroorganisme yang terdiri dari beberapa jenis bakteri, di antaranya
Lactobacillus sp., Rhodopseudomonas sp., Actinomyces sp., dan Streptomyces sp.,
dan khamir (ragi), yaitu Saccaharomyces cerevisiae. Kompos yang dibuat
menggunakan EM4 yang dikenal juga dengan bokashi.
Kompos dapat juga dibuat dengan bantuan cacing tanah karena cacing tanah mampu
menguraikan bahan organik. Kompos yang dibuat dengan bantuan cacing tanah
dikenal juga dengan sebutan kascing. Cacing tanah yang dapat digunakan adalah
cacing dari spesies Lumbricus terrestis, Lumbricus rebellus, Pheretima
defingens, dan Eisenia foetida. Cacing tanah akan menguraikan bahan-bahan
kompos yang sebelumnya sudah diuraikan oleh mikroorganisme. Keterlibatan cacing
tanah dan mikroorganisme dalam pembuatan kompos menyebabkan pembentukan kompos
menjadi lebih efektif dan cepat.
B.4. Daur Ulang
Berbagai jenis limbah padat dapat mengalami proses daur ulang menjadi produk
baru. Proses daur ulang sangat berguna untuk mengurangi timbunan sampah karena
bahan buangan diolah menjadi bahan yang dapat digunakan kembali. Contoh
beberapa jenis limbah padat yang dapat didaur ulang adalah kertas, kaca, logam
(seperti besi, baja, dan alumunium), plastik, dan karet.
Bahan-bahan yang didaur
ulang dapat dijadikan produk baru yang jenisnya sama atau produk jenis lain.
Contohnya, limbah kertas bisa didaur ulang menjadi kertas kembali. Limbah kaca
dalam bentuk botol atau wadah bisa didaur ulang menjadi botol atau wadah kaca
kembali atau dicampur dengan aspal untuk menjadi bahan pembuat jalan. Kaleng
alumunium bekas bisa didaur ulang menjadi kaleng alumunium lagi. Botol plastik
bekas yang terbuat dari plastik jenis polyetilen terftalat (PET) bisa didaur
ulang menjadi berbagai produk lain, seperti baju poliyester, karpet, dan suku
cadang mobil. Gelas dan peralatan plastik
C. PENANGANAN LIMBAH
GAS
Pengolahan limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu
yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya dapat
berasal dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawa bersama gas
tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara oleh
limbah gas dan materi partikulat yang terbawa bersamanya.
C.1. . Mengontrol Emisi Gas Buang
Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan
hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur
oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara
desulfurisasi menggunakan filter basah (wet scrubber). Mekanisme kerja filter
basah ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya, yaitu mengenai
metode menghilangkan materi partikulat, karena filter basah juga digunakan
untuk menghilangkan materi partikulat.
Gas nitrogen oksida
dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dengan cara menurunkan
suhu pembakaran. Produksi gas karbon monoksida dan hidrokarbon dari hasil
pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang alat
pengubah katalitik (catalytic converter) untuk menyempurnakan pembakaran.
Selain cara-cara yang disebutkan di atas, emisi gas buang juga dapat dikurangi
dengan cara mengurangi kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan
sumber bahan bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang
merupakan polutan.
C.2. Menghilangkan Materi Partikulat dari Udara Pembuangan
Filter udara
Filter udara adalah alat untuk menghilangkan materi partikulat padat, seperti
debu, serbuk sari, dan spora, dari udara. Alat ini terbuat dari bahan yang
dapat menangkap materi partikulat sehingga udara yang melewatinya akan
tersaring dan keluar sebagai udara bersih (bebas dari materi partikulat).
Filter udara dapat digunakan pada ventilasi ruangan atau bangunan, mesin atau
cerobong pabrik, mesin kendaraan bermotor, atau pada area lain yang membutuhkan
udara bersih. Jenis dan bahan yang digunakan sebagai filter udara
bermacam-macam, tergantung pada kandungan udara yang disaring, rnisalnya apakah
berdebu banyak, berssifat asam atau alkalis, dan sebagainya.
Pengendap siklon
Pengendap siklon atau Cyclone Separator adalah alat pengendap materi partikulat
yang ikut dalam gas atau udara buangan. Prinsip kerja pengendap siklon adalah
pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara/gas buangan yang sengaja dihembuskan
melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif berat akan
jatuh ke bawah. Ukuran materi partikulat yang bisa diendapkan oleh alat ini
adalah antara 5 -40u. Makin besar ukuran partikel, makin cepat partikel
tersebut diendapkan.
c. Filter basah
Filter basah (wet scrubber) membersihkan udara yang kotor dengan cara
menyalurkan udara ke dalam filter kemudian menyemprotkan air ke dalamnya. Saat
udara kontak dengan air, materi partikulat padat dan senyawa lain yang larut
air akan ikut terbawa air turun ke bagian bawah sedangkan udara bersih
dikeluarkan dari filter. Air yang digunakan untuk menyemprot udara kotor juga
dapat diganti dengan senyawa cair lain yang dapat bereaksi/melarutkan polutan
udara. Contoh senyawa atau materi partikulat yang dapat dibersihkan dari udara
dengan menggunakan filter basah adalah debu, sulfur oksida, amonia, hidrogen
klorida, dan senyawa asam atau basa lain.
d. Pengendap sistem gravitasi
Alat pengendap sistem gravitasi hanya dapat digunakan untuk membersihkan udara
yang mengandung materi partikulat dengan ukuran partikel relatif besar, yaitu
sekitar 50p atau lebih. Cara kerja alat ini sangat sederhana sekali, yaitu
dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dapat memperlambat
kecepatan gerak udara. Saat terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed
drop), materi partikulat akan jatuh terkumpul di bagian bawah alat akibat gaya
beratnya sendiri (gravitasi).
e. Pengendap
elektrostatik
Alat pengendap elektrostatik (Electrostatic precipitator)
digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam jumlah (volume) yang
relatif besar dan pengotor udaranya umumnya adalah aerosol atau uap air. Alat
pengendap elektrostatik ini menggunakan elektroda yang dialiri arus searah
(DC). Udara kotor disalurkan ke dalam alat dan elektroda akan menyebabkan
materi partikulat yang terkandung dalam udara mengalami ionisasi. Ion-ion
kotoran tersebut akan ditarik ke bawah sedangkan udara bersih akan terhembus
keluar.
D. PENANGANAN LIMBAH B
3
Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) tidak dapat begitu saja ditimbun, dibakar, atau dibuang ke
lingkungan, karena mengandung bahan yang dapat membahayakan manusia dan makhluk
hidup lain. Limbah ini memerlukan cara penangan yang lebih khusus dibanding
limbah yang bukan B3. Limbah B3 perlu diolah, baik secara fisik, biologi,
maupun kimia sehingga menjadi tidal< berbahaya atau herkurang daya racunnya.
Setelah diolah, limbah B3 masih memerlukan metode pembuangan yang khusus untuk
mencegah resiko terjadi pencemaran. Beberapa metode penanganan limbah B3 yang
umurn diterapkan adalah sebagai berikut:
1. Metode Pengolahan
secara Kimia, Fisik, dan Biologi
Proses pengolahan
limbah 133 dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau biologi. Proses pengolahan
limbah B3 secara kimia atau fisik yang umum dilakukan adalah
stabilisasi/solidifikasi. Stabilisasi/solidifikasi adalah proses pengubahan
bentuk fisik dan/atau sifat kimia dengan menambahkan bahan pengikat atau
senyawa pereaksi tertentu untuk memperkecil/membatasi kelarutan, pergerakan,
atau penyebaran daya racun limbah, sebelum dibuang. Contoh bahan yang dapat
digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur (CaOH2),
dan bahan termoplastik.
Metode insinerasi (pembakaran) dapat diterapkan untuk memperkecil volume limbah
B3. Namun saat melakukan pembakaran perlu dilakukan pengontrolan ketat agar gas
beracun hasil pembakaran tidak mencemari udara.
Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang telah cukup berkembang saat ini
dikenal dengan istilah bioremediasi dan fitoremediasi. Bioremediasi adalah
penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk mendegradasi/mengurai limbah
B3, sedangkan fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan
mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini sangat
bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan
lebih murah dibandingkan metode kimia atau fisik. Namun, proses ini juga masih
memiliki kelemahan. Proses bioremediasi dan fitoremediasi merupakan proses
alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah
B3, terutama dalam skala besar. Selain itu, karena menggunakan makhluk hidup,
proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai
makanan di ekosistem
2. Metode Pembuangan
Limbah B3
a. Sumur dalam/sumur injeksi (deep well injection)
Sarah satu cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan manusia adalah
dengan memompakan limbah tersebut melalui pipa ke lapisan batuan yang dalam, di
bawah lapisan-lapisan air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Secara teori,
limbah B3 ini akan terperangkap di lapisan itu sehingga tidak akan mencemari
tanah maupun air.
Namun, sebenarnya tetap ada kemungkinan terjadi kebocoran atau korosi pipa,
atau pecahnya lapisan batuan akibat gempa sehingga limbah merembes ke lapisan
tanah.
b. Kolam penyimpanan
(surface impoundments)
Limbah 133 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang memang dibuat untuk
limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan pelindung yang dapat mencegah
perembesan limbah. Ketika air limbah menguap, senyawa B3 akan terkonsentrasi
dan mengendap di dasar. Kelemahan metode ini adalah memakan lahan karena limbah
akan semakin tertimbun dalam kolam, ada kemungkinan kebocoran lapisan
pelindung, dan ikut menguapnya senyawa B3 bersarna air limbah sehingga
mencemari udara.
c. Landfill untuk
limbah B3 (secure landfills)
Limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus dengan pengamanan tinggi.
Pada metode pembuangan secure landfill, limbah B3 ditempatkan dalam drum atau
tong-tong, kemudian dikubur dalam landfill yang didesain khusus untuk mencegah
pencemaran limbah B3. Landfill ini harus dilengkapi peralatan monitoring yang
lengkap untuk mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode
ini jika diterapkan dengan benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang
efektif. Namun, metode secure landfill merupakan metode yang memiliki biaya
operasi tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan
solusi jangka panjang karena limbah akan semakin menumpuk.
Komentar
Posting Komentar